Pantai Pede dan Jebakan Badman

Diposting oleh On 23.12

Pasang Iklan
Analisis Komunikasi: 
Pantai pede labuan bajo

Berbagai diskusi dilakukan , pro-kontra ‘privatisasi’ pantai Pede mulai tahun 2012, sampai sekarang. Geliatnya pro-kontra pengelolaan pantai Pede terlihat sejak Pemilukada, beberapa bulan lalu, begitu seksi dan menarik untuk diamati dan ditelaah. Perdebatanpun kian menyeruak antara pihak pro maupun pihak kontra, yang saling melempar bola panas satu sama lain di media sosial.

Sandra Ball- Roceachdan Melvin L. DeFleur (1976), teori ini, memfokuskan kepada kondisi, pada struktural suatu masyarakat, dari struktural masyarakat itu cendrung duatu efek media massa.

Teori ini dapat diakusisi oleh masyarakat modern dan bagaimana masyarakat modern memberi angggapan bahwa, media massa yang memiliki andil, proses dalam memelihara perubahan, serta konflik dalam tatanan masyarakat dan masalah perorangan dalam aktivitas sosial, (Teori Depedensi Efek Komunikasi Massa).

Perseteruaan ini,  tak luput dari, kaca mata publik baik masyarakat Manggarai Barat maupun kalangan dunia maya. Dalam hal ini, respon publik pun beraneka ragam tentang ‘privatisasadi’ pantaii Pede yang layak diketahui publik, bukan saja masyarakat Manggarai Barat tetapi NTT secara keseluruhan. Secara garis besar, menolak privatisasi Pantai Pede dan Pantai Pede tetap menjadi ruang publik.

Berbagai argumentasi dilakukan, baik Aktivis maupun masyarakat tentang “privatisasi” Pantai Pede. Argumentasi ini tentunya ada argumentasi hukum, ada argumentasi politik dan argumentasi sisi masyarakat dengan latar belakang berbeda. 

Ada yang berargumentasi, Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur mengenai kawasan sempadan pantai. Dikatakan bahwa minimal 100 meter dari pasang air tertinggi ke arah daratan adalah kawasan terlindungi.(Floresa, opini, 16/2/2015). Dan ada juga bergumentasi yang berpatokan pada UUD 1945 sebagai hukum tertinggi baik mengenai konsep desentralisasi maupun konsep dekonsentarasi.

Dan paling dominan pihak kontra, berargumentasi ketentuaan yang ada dalam UU/8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat di Provinsi NTT in casu Pasal 13 Ayat (1) huruf (b) dan Ayat (3) yang berbunyi: Ayat (1): “Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Manggarai Barat, Gubernur Nusa Tenggara Timur dan Bupati Manggarai sesuai dengan peraturan perundang-undangan menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan penyerahan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat hal-hal sebagai berikut: (b). barang milik/kekayaan daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak, dan barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai yang berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai Barat; ”.  Ayat (3): “Dalam hal penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dilaksanakan, pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dapat melakukan upaya hukum”. 

Menarik apa yang disampaikan, Edi Danggur, Praktisi Hukum dan Dosen Atmajaya  Jakarta, di kanal opini Folres Pos bahwa, ketentuan Pasal 13 UU No.8/2003 tidak dapat dibaca dan ditafsirkan secara terpisah, tanpa mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 13 ayat (1) saja sudah mensyaratkan ini: “untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Mabar, Gubernur NTT dan Bupati Manggarai menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan penyerahan kepada Pemkab Mabar “sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

“Ada beberapa alasan mengapa Pasal 13 itu harus dibaca dan ditafsirkan dengan mengaitkannya dengan perundang undangan yakni  prinsip legalitas dan teori pembentukan peraturan perundang-undangan, memang ada syarat dan asas kejelasan rumusan (Vide Pasal 5 UUP3). Bahkan Lon L. Fuller dalam buku Morality of Law mensyaratkan peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti dan tidak boleh merumuskan pasal UU yang bertentangan satu sama lain.

Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b UU No.8/2003 benar mengatur pelaksanaan penyerahan barang milik/kekayaan Pemprov NTT ke Pemkab Mabar berupa tanah.  Tetapi di sini tidak ada rincian pasal mengenai mekanisme, prosedur dan syarat penyerahan tanah di maksud. 

Jika menilik bunyi Pasal 13 ayat (2) UU No.8/2003, sifat pengaturannya sangat imperatif: penyerahan harus diselesaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian dan pelantian Penjabat Bupati Mabar. Itu berarti tuntutan penyerahan Pede dari Pemprov NTT ke Pemkab Mabar saat ini sudah daluwarsa.

Sebagai orang komunikasi, saya akan mengelaborasikan pandangan-pandangan dari berbagai kalangan baik Aktivis, Pejabat publik maupun Praktisi Hukum tersebut, tentang status Pantai Pede, kemana rimbanya? . Pertanyaan pun bermunculan apa substansi yang mereka perdebatkan untuk publik?. Penuh nuansa problematik? .

John W. Watshon (1878-1958), seorang ilmuwan Komunikasi dan dijuluki bapak Behaviorisme di Amerika mengatakan, demua prilaku, termasuk tindakan balasan atau dikenal dengan respon diakibatkan dari adanya ransangan stimulus.

Dari pernyataan tersebut kita dapat menyimpulkan, apabila suatu ransangan telah diamati dan telah diketahui, maka respon dari seorang tersebut akan mudah dan dapat diprediksikan, serta prilaku dapat kita pelajari melalui stimulus dan juga respon, (Teori Behaviorisme).

Analisis Komunikasi Model Meletzky

Analisis ini merupakan hasil identifikasi contoh pemberitaan atau informasi yang dilihat dari model Maleztky, contoh ini diambil dari artikel berbagai media lokal maupun dunia maya. Edi  Danggur (Praktisi Hukum), secara garis besar mengangkat, dimana, konflik Pantai Pede baik pihak Pemkab Mabar (Gusti Dula) maupun di kubu Pihak provinsi (Frans Lebu Raya), ingin mempertahankan Pantai Pede, yang membingungkan masyarakat. 

Dalam artikel ini, sebagai informasi, komunikator adalah seorang Praktisi Hukum, dimana dalam tulisannya ia mengupas habis mengenai strategi Hukum dalam dunia politik baik dari yuridis maupun yang yang dirugikan dan siapa yang diutungkan dalam konflik “privatisasi” Pantai Pede, pemilihan tema ini disesuaikan dengan kapasitas keilmuannya sebagai ahli Hukum, hal ini sesuai dengan teori Maletzke yang mengatakan bahwa komunikator dalam proses komunikasi massa sebagai aturannya lebih banyak memperoleh materi isi pernyataan yang potensial dari pada yang akan disampaikannya. 

Seorang komunikator harus memilih dari keseluruahan materi yang akan materi yang akan diperolehnya dengan kriteria tertentu.

Dalam hal ini karena, Edy Danggur adalah seorang akademisi yang berasal dari latar belakang pendidikan Praktisi hukum, maka ia menampilkan informasi berdasarkan apa yang ada dipikirannya dan hasil researchnya kepada publik, agar pesan yang sampaikan dapat diterima oleh khalayak luas maka penyampaian pesannya melalui media massa merupakan salah satu cara yang tepat, dimana ketika menyusun dan membentuk isi komunikator dihadapkan pada situasi pemilihan dalam menyeleksi mana saja informasi yang akan disampaikan, dalam hal ini dipengaruhi oleh tekanan atau kendala dari isi pernyataan tersebut, tekanan dan kendala media, dimana setiap medium menyajikan kendala dan kemungkinan kepada komunikator, citra diri komunikator, faktor ini tidak semata-mata merupakan bagaimana komunikator memandang dirinya sendiri sebagai komunikator, tetapi juga menganggap bahwa, dirinya sebagai salah satu pihak yang sedang mengalami kejadian yang sedang disampaikan, dalam melakukan pembentukan isi pernyatan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Pada artikel ini Edi danggur membahas tentang Pantai Pede dalam perspektif hukum, pesan ini tersampaikan dengan dilatarbelakangi oleh isu yang berkembang di masyarakat dimana orang-orang banyak mempertanyakan eksistensi Pantai Pede terutama masyarakat yang pendukung Manggarai Barat, agar konflik antara Pihak Provinsi yang dipelopori Frans Lebu Raya(Gubernur NTT) dengan pihak Pemab Mabar dapat diselesaikan secara baik, tentunya ikut kaidah atau prosedur hukum yang ada.

Dimana ada pertanyaan kritis yang disampaikan dalam artikel Pak Edi Danggur,sebagai Praktisi hukum yakni (a) bagaimana sampai lahan-lahan itu menjadi atas nama Pemerintah Provinsi NTT; (b) apakah rakyat Mabar yang dulunya pemilik lahan tersebut sudah diberi ganti rugi yang layak; dan (c) perdebatan tersendiri pula mengapa lahan-lahan tersebut tidak iku diserahkan ke Pemda Mabar saat Mabar jadi kabupaten sendiri.

Lalu Beliau memaparkan argumentasi dengan latar belakang sebagai Praktisi hukum yakni pertama, Lalu, apa konsekuensi hukumnya?

Setiap rencana Pemprov NTT untuk melakukan kerjasama pengelolaan lahan Pantai Pede dengan pihak ketiga, PT SIM, tentu harus mendapat persetujuan dari rakyat NTT selaku pemilik asset.Kedua, Apa yang harus dilakukan?.

Pertama, semua anggota DPRD NTT, minimal yang berasal Manggarai Raya harus mempunyai cara pandang yang sama soal Pantai Pede untuk menolak kerjasama pengelolaan Pantai Pede dengan pihak ketiga.Ketiga,bagaimana prospeknya? Dalam menyampaikan informasi ini, ia memberikan data-data tambahan dari sumber lain, sehingga tidak terpatok dari satu informasi saja, tetapi juga menggunakan referensi lainnya untuk menjabarkan kasus yang sedang disampaikan kepada khalayak.

Ilmu komunikasi merupakan hubungan antara konsep teoritikal yang membantu untuk memberi secara keseluruhan ataupun sebagian keterangan, penjelasan, penerangan, penilaian ataupun ramalan tindakan manusia berdasarkan komunikator yang berkomunikasi, ( mencakap, menulis, mendengar, menonton dan sebagainya) untuk jangka waktu atau masa tertentu melalu media (alat bantu), Cragan dan Shields, 1998.

Untuk medianya, dalam menyampaikannya, artikel ini disampaikan menggunakan dunia maya. Perlu kita ketahui bersama bahwa, setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga meskipun artikel ini disampaikan media yakni media lokal, ini membuktikan bahwa image yang dibagun memasuki pada taraf memprihatinkan. 

Kupasan di atas, mau mengidikasikan bahwa ada masalah yang diselesaikan oleh kedua belah pihak ke jalur hukum, sehingga Pengadilan dapat memutuskan secara hukum, dimana hukum sebagai panglima sebagai suatu negara hukum(Rechstaat).

Nama: Febri Edo
Mahasisiwa: Komunikasi (Jurnalistik), Jakarta
No Hanphone: 081213567299
.
Pasang Iklan .
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »