Pilkada, Biarlah Hati Nurani Berbicara!

Diposting oleh On 13.26

Pasang Iklan

Tidak bisa dielakkan, karut marut negeri kita membuat banyak orang menjadi pesimis, krisis kepercayaan, berprasangka buruk, dan banyak hal buruk lainnya. Mencari siapa yang salah? Tidak saatnya lagi. Sekarang, bagaimana membalikkan keadaan yang sudah karut marut ini? Ini menjadi PR (baca: Pekerjaan Rumah) kita bersama.

Kalau sudah menjadi PR, harus diselesaikan, kalau tidak, ada sanksinya. Masih abstrak kiranya jika kita disuruh membalikkan keadaan itu. Sehingga setiap orang tidak tahu bagaimana menyelesaikan PR itu. Kalau sudah tidak tahu, maka pasti akan malas mengerjakannya. Dan pada akhirnya akan mendapat sanksi, sanksinya: akan tetap hidup pada negeri yang karut marut.

Jadi, bagaimana seharusnya mengerjakan PR itu? Memang melalui tulisannya di salah satu harian nasional, Bapak Joko Widodo sebelum jadi Presiden telah memperkenalkan revolusi mental untuk kita. Secara singkat, beginilah penulis menerjemahkan ide besar dari beliau; Relakah kita untuk antri dilayani walau petugas yang sedang bertugas adalah keluarga atau kenalan kita? Siapkah kita untuk memberikan pelayanan yang sama, baik kepada kenalan atau keluarga dan kepada yang bukan keluarga atau yang bukan kita kenal? Lebih lanjut lagi, siapkah kita untuk lebih lama mengantri karna tidak memberikan uang pelicin?, dan maukah kita mengerjakan tugas kita tanpa mengharapkan uang pelicin? Memang semua berpusat pada mental. Pada awalnya kita akan dibenci oleh keluarga atau kenalan kita sendiri, namun lambat tapi pasti, penulis yakin mereka akan berbalik memuji perilaku itu.
Semua itu akan terlaksana dari niat baik kita. Mari memulai dari diri kita sendiri dan kemudian menularkannya kepada orang lain. Mari kita menggunakan hati nurani kita. Kalau selama ini kita mendiamkan hati nurani kita karna kenyamanan pribadi kita, mari sekarang kita biarkan dulu hati nurani kita yang berbicara. Hati nurani akan membawa kita kepada ha-hal yang baik, karna yang dibicarakan hati nurani adalah hanya hal-hal yang baik.

Kita sendiri sedang sakit, negara kita sedang sakit. Semua yang kita simak di atas bagaikan orang sakit mengobati yang sakit. Maka perlu waktu yang lama dan tekad yang bulat untuk menyembuhkannya. Sepintas, kita akan berpikir bahwa keadaan yang lebih baik tidak akan mungkin terwujud. Bagaimana mungkin si sakit mengobati yang sakit? Namun, tidakkah kita sudah pernah melalui masa-masa gelap kita di masa yang lalu, lebih dari 350 tahun kita dijajah, namun karna tekad dan semangat ingin keluar dari kegelapan itu, kemudian para founding fathers kita menyatukan persepsi untuk keluar dari kegelapan itu,  seiring, berjalan menuju masa depan penuh cahaya. Kita sudah buktikan itu semua. Puncaknya tampak pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan presiden pertama kita, Bapak Ir. Soekarno.

Kita adalah bangsa yang kuat, kita punya kekayaan alam yang melimpah, sumber manusia yang tidak usah diragukan lagi, hanya, adakah niat kita untuk berubah, mengubah mindset kita selama ini, yang hanyut dengan kenikmatan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain, kenikmatan sesaat yang tidak memikirkan masa depan anak cucu kita.

Pada prosesnya akan banyak tantangan, apalagi dengan keadaan diri kita sendiri yang sedang sakit, akan semakin berat tantangannya. Namun, mari kita yakinkan sekali lagi diri kita, bahwa dengan membiarkan hati nurani kita berbicara, hidup kita akan jauh lebih baik dari keadaan yang sekarang.

Pada tahun 2018 masyarkat Nusa Tenggara Timur (NTT) akan memilih pelayan daerah (baca: Gubernur dan Wakil Gubernur NTT). Apa yang perlu kita lakukan adalah mengawal segala tahapan yang akan dilaksanakan hingga semua terlaksana dengan tertib dan damai. Mari gunakan hak pilih yang sudah diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya, setidaknya demi kualitas demokrasi yang lebih baik, dan itu bisa kiranya mengurangi kemungkinan kecurangan-kecurangan yang dapat disengaja. Mungkin perlu kita mengingat lagi perkataan mantan presiden Amerika Serikat, John Fitzgerald Kennedy, “Ask: not what your country can do for you, ask what you can do for your country.” Jangan tanyakan apa yang negara berikan untukmu, tapi tanyalah apa yang boleh kamu perbuat untuk negara.

Setelah kita memantapkan hati untuk ikut memberikan suara kita, mari kemudian beri kesempatan hati nurani kita bersuara untuk pemilihan itu. Janganlah kiranya kita memilih karena dia adalah keluargaku, satu agamaku, satu sukuku dan banyak satu – satu yang lain yang sejenis.  Jika diperlukan untuk berkontemplasi, berkontemplasilah untuk membuat hati nurani kita bisa berbicara lagi hingga mengelurakan suaranya, karna mungkin selama ini secara sadar atau tidak sadar kita sudah memotong lidanya. Maka akan terpilihlah kepala daerah yang benar-benar mengorbankan kenikmatan diri sendiri, yang akan mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya. Maka betul-lah pemimpin itu adalah pelayan. Pemimpin yang benar-benar memimpin. Karna memimpin adalah melayanai. Semoga demi bonum commune, hati nurani Kepala Daerah yag terpilih nanti juga selalu tak henti-hentinya berteriak untuk masa depan Indonesia pada umumnya dan daerah kita secara khusus, untuk senantiasa bercahaya.
Oleh: Tomson Sabungan Silalahi
 
*Pengurus Pusat PMKRI Periode 2016-2018

Jakarta, 14 Juni 2016
.
Pasang Iklan .
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »